DARI BATAM KE BOSTON MENJADI VISITING SCHOLAR DI KAMPUS MIT

1. Diterima Menjadi Visiting Scholar di UTM dan MIT

Pada hari Jumat, 25 Maret 2016, saya menerima email masuk dari Mrs. Bettina Urcuioli, Manajer untuk Malaysia Sustainable Cities Program (MSCP) di Massachusetts Institute of Technology (MIT). Terlampir di email surat yang memberitahukan bahwa saya telah terpilih sebagai salah satu dari 8 kandidat yang berhasil untuk menjadi International Visiting Scholar MSCP Tahun 2016-2017 dari Indonesia (https://malaysiacities.mit.edu/dr-alpano-priyandes). Program ini akan berlangsung selama 5 bulan di Universiti Teknologi Malaysia (UTM) dan 4 bulan di MIT. Saya sangat terkejut sekaligus bahagia untuk pertama kalinya dalam hidup saya menjadi scholar di universitas bergengsi dunia. Selama hampir 5 bulan saya secara intensif mempersiapkan semua dokumen yang diperlukan, dibantu oleh Encik Faizal Salleh, Manajer MSCP di UTM. Pada tanggal 29 Agustus 2016, saya dan keluarga berangkat ke Johor Bahru dari Batam dengan menggunakan kapal ferry dari pelabuhan Batam Center yang membutuhkan waktu sekitar 1,5 jam menyeberang ke Stulang Laut Johor. Kami berterima kasih kepada UTM yang telah menyediakan akomodasi tempat tinggal yang sangat baik di apartemen Scholar Inn UTM selama kami tinggal 5 bulan di Johor (https://www.utm.my/scholars-inn/).

URBAN DEVELOPMENT ISSUE AND DUALISTIC GOVERNANCE SYSTEM IN BATAM CITY OF INDONESIA

Batam is an island-city in Indonesia. Strategically located in the Malacca Straits and close to Singapore and Johor (Malaysia) cities, Batam gains its status as a Special Economic Zone (SEZ) which has made its growth rapid 
and was categorized as one of the fastest-growing cities in the world in term of population according to US-based consultancy Demographia (The Guardian, 2015). As result, carrying capacity and land shortage of Batam has become the main concern followed with the issues of clean water supply availability, high amount of domestic waste and land management including coastal reclamation activities. Moreover, the existence of two government agencies in managing the development of Batam has led to the dualism of planning governance and caused the conflict of authority. The underlying conflict pits Batam-Indonesia Free Zone Authority (locally known as BP Batam), which is a central government agency and the local government, Batam City Government (locally known as PEMKO Batam).