Kita semua tentu
masih ingat dengan tragedi bencana tanah longsor yang terjadi di Banjarnegara
(Jawa Tengah) yang merenggut korban jiwa hingga mencapai hampir 100 orang pada
akhir tahun 2014 lalu, dan pada awal tahun 2016 ini warga Batam juga dikejutkan
dengan terjadinya tanah longsor di jalan menuju ke arah Tanjungpiayu sehingga
menyebabkan amblasnya jalan di Bukit Kemuning dan mengakibatkan beberapa rumah
warga rusak parah. Tentunya tragedi tersebut menjadi keprihatinan kita bersama
dan diharapkan tidak terjadi kembali sehingga perlunya tindakan-tindakan antisipatif
(mitigasi) khususnya dalam perspektif kebijakan penataan ruang kota.
Berkembangnya Kota Batam yang secara fisik telah menjadi
daerah metropolis berikut dengan masalah urbanisasinya, memerlukan strategi
yang efektif dalam penataan ruang oleh Pemerintah Kota Batam beserta BP Batam
sebagai pengelola kota, di mana tujuan, kebijakan dan strategi penataan ruang
kota merupakan terjemahan dari Visi dan Misi Kota Batam dalam pelaksanaan
pembangunan untuk mencapai kondisi ideal tata ruang kota yang diharapkan.
Berkembangnya sektor industri di suatu wilayah, membawa dampak dan pengaruh terhadap kondisi
lingkungan yang berada disekitarnya. Dampak tersebut bisa berdampak positif
seperti penciptaan lapangan pekerjaan, dan dampak negatif seperti penurunan
kualitas lingkungan. Menurut Prof. Dr. Emil Salim dalam bukunya yang berjudul
“Pengantar Industrialisasi” mengatakan, penyebab utama masalah lingkungan
adalah adanya perkembangan teknologi dan ledakan penduduk. Dengan adanya
perkembangan teknologi, maka semakin besar kesempatan mendirikan industri
sehingga lingkungan hidup otomatis terganggu karena limbah industri, sedangkan
pertumbuhan penduduk memerlukan lahan baru bagi perumahan dan pangan.