
Bila kita
melihat permasalahan-permasalahan terkait dengan tata guna lahan, seperti
konflik lahan, alih fungsi lahan, kawasan lindung, reklamasi pantai dan
lainnya, adalah indikasi dari kurang optimalnya kinerja fungsi penyelenggaraan
penataan ruang yang meliputi pengaturan, pembinaan, pelaksanaan perencanaan
tata ruang, pelaksanaan pemanfaatan ruang, pengendalian pemanfaatan ruang dan
pengawasan penataan ruang.
Sesungguhnya
tujuan utama dari penataan ruang adalah mewujudkan ruang wilayah yang aman,
nyaman, produktif dan berkelanjutan. Dengan demikian maka perlunya kualitas
rencana tata ruang kota yang baik, konsistensi, adanya komitmen bersama, adanya
peran serta masyarakat, dan mekanisme penataan ruang kota sepenuhnya didasarkan
tuntutan integrasi (proses penyatuan), pro-bisnis, transparansi, akomodatif,
responsif serta dapat menentukan skala prioritas sehingga penataan ruang
menjadi efektif sebagai alat pengembangan wilayah.
Pengaturan tata ruang kota tertuang dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda) tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) tingkat provinsi maupun kota, di mana fungsi RTRW adalah sebagai: 1) Acuan dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), 2) Acuan dalam pemanfaatan ruang wilayah provinsi/kota, 3) Acuan mewujudkan keseimbangan pembangunan dalam wilayah provinsi/kota, 4) Acuan lokasi investasi dalam wilayah kota yang dilakukan pemerintah, masyarakat, dan swasta, 5) Pedoman penyusunan rencana rinci tata ruang di wilayah provinsi/kota, 6) Dasar pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah provinsi/kota yang meliputi penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif serta pengenaan sanksi, dan 7) Acuan dalam administrasi pertanahan. Sedangkan manfaat RTRW adalah mewujudkan keterpaduan pembangunan dalam wilayah provinsi/kota; mewujudkan keserasian pembangunan wilayah kota dengan wilayah sekitarnya; dan menjamin terwujudnya tata ruang wilayah provinsi/kota yang berkualitas.
Pengaturan tata ruang kota tertuang dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda) tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) tingkat provinsi maupun kota, di mana fungsi RTRW adalah sebagai: 1) Acuan dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), 2) Acuan dalam pemanfaatan ruang wilayah provinsi/kota, 3) Acuan mewujudkan keseimbangan pembangunan dalam wilayah provinsi/kota, 4) Acuan lokasi investasi dalam wilayah kota yang dilakukan pemerintah, masyarakat, dan swasta, 5) Pedoman penyusunan rencana rinci tata ruang di wilayah provinsi/kota, 6) Dasar pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah provinsi/kota yang meliputi penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif serta pengenaan sanksi, dan 7) Acuan dalam administrasi pertanahan. Sedangkan manfaat RTRW adalah mewujudkan keterpaduan pembangunan dalam wilayah provinsi/kota; mewujudkan keserasian pembangunan wilayah kota dengan wilayah sekitarnya; dan menjamin terwujudnya tata ruang wilayah provinsi/kota yang berkualitas.
RTRW pada
dasarnya adalah data publik dan bukan rahasia, dengan demikian masyarakat
berhak untuk memperoleh atau mengakses data tersebut. Alangkah baiknya apabila
informasi rencana tata ruang kota dapat ditampilkan di ruang publik oleh
Pemerintah Kota Batam dan/atau BP Batam sehingga masyarakat dengan mudah
mengetahui rencana pembangunan/pengembangan wilayah di kotanya, bahkan
masyarakat dapat turut terlibat langsung dalam keseluruhan proses
penyelenggaraan penataan ruang, karena pada Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang (UUPR) telah memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk
berpartisipasi dalam penyelenggaraan penataan ruang bersama-sama dengan
pemerintah.
Dalam Pasal 60
UUPR menyebutkan, setiap orang berhak untuk: 1) Mengetahui rencana tata ruang;
2) Menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang; 3)
Memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat pelaksanaan
kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang; 4) Mengajukan
keberatan kepada pejabat berwenang terhadap pembangunan yang tidak sesuai
dengan rencana tata ruang di wilayahnya; 5) Mengajukan tuntutan pembatalan izin
dan penghentian pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang kepada
pejabat berwenang; dan 6) Mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah
dan/atau pemegang izin apabila kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan
rencana tata ruang menimbulkan kerugian. Sementara Pasal 65 UUPR menyebutkan,
penyelenggaraan penataan ruang oleh pemerintah melibatkan peran masyarakat
melalui partisipasi dalam penyusunan rencana tata ruang, pemanfaatan ruang dan
pengendalian pemanfaatan ruang. Bahkan di dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor
15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, kewenangan masyarakat
diperjelas kembali pada Pasal 7 Ayat (4) dan Pasal 199 Ayat (2) yang menyebutkan
masyarakat dapat berperan aktif dalam pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan
penataan ruang.
Melihat
pentingnya fungsi dan manfaat RTRW sebagai dokumen pembangunan wilayah untuk
kesejahteraan masyarakat, maka perlunya perhatian kita bersama untuk meningkatkan
peran serta masyarakat dalam proses penyelenggaraan penataan ruang kota yang
telah diatur ketentuannya dalam peraturan perundang-undangan, dengan demikian
diharapkan dapat meminimalisir kemungkinan terjadinya penyimpangan-penyimpangan
atau konflik-konflik dalam permasalahan penataan ruang.
Penataan ruang
merupakan suatu tahapan dari proses perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian
ruang. Pada tahap penyusunan rencana tata ruang, bentuk peran masyarakat dapat
berupa masukan dalam penyusunan sampai dengan penetapan rencana tata ruang
melalui konsultasi publik serta kerjasama dengan pemerintah dan sesama
masyarakat.
Pada tahap
pemanfaatan ruang, bentuk peran masyarakat dapat berupa masukan kebijakan
pemanfaatan ruang; kerja sama pemangku kepentingan (stakeholders); memanfaatkan
ruang sesuai dengan kearifan lokal; peningkatan efisiensi, efektivitas dan
keserasian dalam pemanfaatan ruang; menjaga kepentingan lingkungan hidup,
pertahanan dan keamanan (hankam); serta investasi pemanfaatan ruang.
Sedangkan pada
tahap pengendalian pemanfaatan ruang, bentuk peran masyarakat dapat berupa
masukan terkait arahan peraturan zonasi, perizinan, insentif/disinsentif dan
sanksi; memantau dan mengawasi pelaksanaan rencana tata ruang; pelaporan kepada
instansi/pejabat berwenang atas dugaan penyimpangan; pengajuan keberatan
terhadap keputusan pejabat yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang.
(Diterbitkan di Koran Batam Pos dalam kolom Opini pada tanggal 8 Oktober 2014)
peran masyarakat dalam penataan ruang kota Batam sangat minim, di karenakan kurang transparannya informasi rencana tata ruang kota yang dapat di lihat di ruang publik yang di kelola Pemerintah Kota Batam / atau BP Batam. sebaiknya hal tersebut lebih di publis sehingga masyarakat dengan mudah mengetahui rencana pembangunan/pengembangan wilayah di kotanya karena menurut saya Hal itu berpengaruh dalam meminimalisir permasalahan-permasalahan terkait dengan tata guna lahan, seperti konflik lahan, alih fungsi lahan dll
BalasHapus